Home My Stepsister is My Ex-Girlfriend Wandering Witch: The Journey of Elaina

Mamahaha no Tsurego ga Motokano datta Vol. 01 BAB 07A

 



BAB 7A

Mantan Kekasih XXXX, Bagian Pertama

(Berpacaranlah denganku, lalu Kita akan Menikah di Masa Depan)



◆Mizuto◆


Mustahil kami mengetahui segalanya tentang satu sama lain. Itu sudah jelas. Namun, mengingat kebiasaanku masih sama seperti dulu, kuharap dia tahu segalanya tentangku. Apalagi kami tinggal seatap.

Pada akhirnya, aku terlalu percaya diri dan mengira akan tahu segala tentangnya juga.

Kami memang tinggal seatap dan mempunyai nama keluarga yang sama. Namun, kami menjalani hidup kami masing-masing. Fakta itu tak akan pernah berubah.

Nah, mari kita mengingat masa lalu sebentar.

Kejadiannya sehari setelah gadis itu –– Yume Irido –– jatuh sakit dan dirawat di rumah.

Dia berbicara denganku di perpustakaan sekolah yang kosong. Saat itu penampilannya masih seperti Yume Ayai. Rambutnya dikepang dan dia memakai kacamata hitam dengan bingkai kehijau-hijauan. Dia menembakku tepat saat pertemuan pertama kami hari itu.

[Berpacaranlah denganku, lalu kita akan menikah di masa depan.]

Dia melamarku, saat kami berdiri di samping rak buku dan dinaungi oleh mentari senja.






◆Yume◆


Harus kuakui, aku terkejut.

Kejadiannya kemarin. Ya, kamarin. Aku pergi ke toko buku yang biasa kukunjungi dan melihat Adik tiriku di restoran cepat saji lantai pertama.

Yap, aku melihatnya makan kentang goreng bersama gadis tak dikenal!

Aku langsung kabur dari TKP saat itu. Serius ini, dia sedang apa? Kencan? Pasti kencan, ‘kan? Gadis itu mirip aku yang dulu .... Uuuuuuuuuuuuuuu.

Aku merasa tidak nyaman. Jadi, aku memastikannya saat pria itu di rumah.

“... Bagaimana sekolahnya? A-Apa kau dapat pacar atau semacamnya?”

“Hah? Kau mengejekku? Tidak ada yang mau pacaran denganku berkat kelakuan gadis tertentu(1).”

Harusnya aku yang bilang begitu! Aku sangat populer, tetapi tidak bisa dapat pacar berkat pria tertentu!

Selain itu, jawabannya sangat tenang. Dia juga tidak menyinggung soal gadis yang kemarin sama sekali. Wajah datarnya masih sama seperti dulu. Aku benar-benar tidak mengerti pemikiran pria ini.

Siapa sebenarnya gadis itu?

Dia mirip aku yang dulu ... Eh? Apa itu kriteria gadis kesukaannya? Hmmm ~ Begitu ya. Maaf karena aku tidak memenuhi kriteriamu lagi!

Masalah ini memang tidak ada hubungannya denganku. Namun, sebagai anggota keluarganya (anggota keluarga!), aku ingin tahu siapa sebenarnya gadis itu.

Sepulang sekolah, aku memutuskan bertanya kepada Minami yang memiliki banyak teman.

“Seorang gadis berkepang dan kacamata dengan bingkai kehijau-hijauan? Yah ... ada beberapa gadis yang seperti itu di sekolah persiapan ini ~.”

Kalau begitu ... Bukankan ini surga bagi orang-orang yang menyukai gadis semacam itu?

Entah mengapa Minami memberi senyum yang menyebalkan. Aku menggigil ketakutan karenanya.

“Kencan sepulang sekolah ya? Biarpun begitu Irido-kun lumayan juga, ya ~! Dia cukup baik untuk seorang yang agak pendiam. Kalau diperhatikan baik-baik, dia juga lumayan tampan. Gadis lugu yang pemalu pasti kecantol tuh ~!”

Yah, kau enggak salah! Maaf karena pernah jadi korbannya!

Aku tak bisa berkata apa pun terhadap diriku yang gampangan dulu. Seorang gadis suram dan tak berpengalaman sudah pasti akan jatuh hati saat ada pria yang ramah kepadanya. Itulah hukum alam!

Intinya, pria itu hanya akan mengincar para gadis gampangan, lugu, dan tidak populer. Standarnya terlalu rendah, sampai-sampai kau harus merangkak untuk melaluinya. Dia selalu memangsa para gadis lugu dan lemah itu!

Aku tidak boleh membiarkannya. Aku harus mencegah munculnya korban kedua atau ketiga sepertiku. Aku harus membantu gadis itu!

“... Ah, aku telat!”

Minami-san melihat ponsel dan menyandang tas ke bahunya.

“Maaf Yume-chan! Aku ada urusan hari ini ~!”

“Oh. Tidak apa-apa. Lakukan yang terbaik, ya.”

“Dah ya~!”

Minami-san melambaikan tangan dengan penuh semangat saat dia melesat keluar dari kelas. Aku ditinggal sendirian. Aku tidak ikut klub mana pun dan tak juga punya rencana sama sekali.

Mungkin aku akan menggunakan kesampatan ini untuk menyelamatkan gadis lugu itu saja.



Saat aku pulang.

 Aku melihat sepatu siswi perempuan di pintu masuk.

“....”

Aku melihat sepatu itu sekali lagi.

Ada sepatu siswi perempuan di pintu masuk rumahku.

HAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAHH ~~!?

Aku menatap sepatu yang ada di samping milik Mizuto itu. Ukurannya terlalu kecil untukku maupun ibu. Pemiliknya pasti bertubuh kecil –– Bukankah gadis yang bersama Mizuto kemarin juga kecil?

Pri-Pria itu ...!? Serius nih!? Dia membawa gadis itu kerumah!?

Padahal ini belum sebulan –– Dulu dia membutuhkan setengah tahun untuk mengajakku ke rumahnya ...!

Aku tiba-tiba terpikirkan sesuatu.

... Kenapa pria itu membawanya ke rumah?

Aku melihat ke atas tangga dari pintu masuk.

Tu-Tunggu. Se ... Sekarang?

Ti ... Tidak, tidak, tidak. Mustahil, mustahil, mustahil! Mustahil bajingan payah itu akan bergerak secepat ini.

Namun ... bagaimana jika ....

Bagaimana jika dia memutuskan bergerak cepat setelah belajar dari kegagalan dulu?

Tiba-tiba terdengar suara mencurigakan yang diikuti gerakan gelisah saat aku mendekati kamar.

Tidak ...! Kayaknya aku akan benci ini!

... Mari kita selidiki dulu.

Pertama amankan buktinya. Aku memutuskan untuk merekam sepatunya saja supaya tidak berisik.

Kemudian aku menyelinap ke ruang ganti sambil menenteng sepatuku.

Lalu menelepon Mizuto.

“... Halo?”

“Halo.”

“Ada apa?”

“Kau ada di mana?”

“Hah? Aku di rumah.”

Aku mendengarkan baik-baik suaranya ... dan tidak terdengar sesuatu yang aneh.

“Ada yang mau kubeli, tetapi aku sedang sibuk sekarang. Jadi, kau mau tidak menolongku?”

“Ehhh ....”

Kedengarannya dia sangat menolaknya. Entah itu kerena ada pacarnya di rumah, atau karena dia tidak mau disuruh olehku.

“Oke. Akan kubelikan.”

“Tolong, ya.”

“Tolong?”

Aku mendengar suara cekikikannya dari telepon.

“Tidak biasanya kau minta tolong kepadaku begini.”

“... Di-Diam! Berhentilah mengejekku.”

“Tahan dikit dong. Lagian aku sudah mau menolongmu.”

Sebodoh apa sih pria ini? Aku sangat yakin pacarnya juga sama bodohnya.

“Terus apa yang mau dibeli?”

“Soa ....”

“Soa?”

Argh! Aku cuma asal ceplos.

“Ahhh .... Soumen(2)! Maksudku soumen!”

“Soumen ...? Ini bahkan belum musim panas.”

“Memangnya enggak boleh makan soumen di musim semi? Bukan berarti soumen cuma ada di musim panas kan?”

Kurang lebih sih ....

“Iya, iya. Soumen. Ada lagi?”

Aku menutup telepon setelah memberitahukan barang kebutuhan sehari-hari lainnya.

Aku di ruang ganti dan sedang menahan napas sambil menunggu ada yang lewat.

Beberapa saat kemudian ... Aku mendengar suara pintu keluar yang ditutup.

Bagus. Dia sudah pergi ....

Aku menajamkan pendengaran untuk memastikan kalau Mizuto telah pergi. Lalu aku bergegas keluar dari ruang ganti.

Mungkin hanya ada gadis itu sekarang! Mari sergap dan bicara baik-baik dengannya .... Aku tidak berniat mengancam dengan bilang, “Berani-beraninya kau merayu Adik tiriku.” Aku hanya ingin menasihati agar dia tidak masuk ke rumah laki-laki begitu saja. Negeri ini pasti terharu akan kebaikanku.

Aku menaiki tangga dan langsung memegang gagang pintu kamar Mizuto.

Kemudian saat aku ingin membukanya ....

Pintunya dibuka dari dalam.

“Eh?”

“Hm?”

Aku melihat wajah yang kukenal.

Aku bingung dan terkejut.

Eh? Apa? Kenapa?

“... Kenapa kau di sini?”

Mizuto menatapku dengan heran.

“Tadi kau memintaku membelikan sesuatu kan? Kenapa kau di rumah? Katanya sedang sibuk?”

“Eh .... Tu-Tu-Tunggu dulu.”

Sekali lagi aku melihat ke tangga dengan heran.

Bukankah ... pria ini tadi ... sudah pergi ...?

Seharusnya barusan dia melewati ruang ganti dan pergi keluar ....

Namun, Mizuto sekarang ada di depanku dan sedang menatap dengan penuh curiga.

Kalau begitu ... siapa yang pergi barusan?

“––Ahh!”

Aku buru-buru menuruni tangga dan menuju ke pintu keluar.

... Sudah hilang!

Sepatunya sudah hilang!

Sepatu siswi perempuan yang ada di sini barusan telah hilang!

“Ada apaan sih? Kau bisa saja jatuh dan mati seketika kalau menuruni tangga dengan buru-buru begitu.”

“Kau menyuruhnya pergi kan?”

Aku mencengkeram kerah bajunya saat Mizuto mendekat.

“Eeeh!? He-Hei! Ada apaan sih!?”

“Kau sudah menyuruh pulang gadis yang kau bawa tadi, ‘kan!?”

“H-Haaa ...? Gadis ...?”

Mizuto merengut dengan bingung.

Aku sudah tertipu.

Dia menyuruh gadis itu pergi duluan supaya aku terkecoh dan mengira kalau dialah yang pergi!

Entah bagaimana dia telah mengetahui tipuanku ...!

“Membawa gadis apaan? Aku sendirian dari ta ––”

“Masih mau berdalih ya!? Aku melihat semuanya! Tadi ada sepatu perempuan di sini! Lihat, nih! Ini buktinya!”

Aku menyodorkan ponselku kepadanya.

“Okelah kalau kau memang melihatnya, tetapi kenapa harus direkam ...”

Mizoto terlihat agak prihatin (Jangan melihatku begitu dong!), lalu tambah merengut setelah melihat rekamannya.

“Apa ... kau merekamnya hari ini?”

“Ya. Ukurannya tidak cocok untukku. Mustahil aku memalsukan rekamannya.”

“Yah ....”

Mizuto memasang sepatu dan memutar kenop pintu.

“Tidak terkunci ya ....”

“Tidak terkunci karena barusan gadis itu pergi kan? Soalnya aku menguncinya saat pulang ta ––”

“... Periksalah kamarmu.”

Mizuto menatapku dengan serius.

“Periksalah kamarmu!”

Aku menuruti perkataannya dan memeriksa kamarku. Dia kelihatan sangat serius. Takutnya aku salah dengar saat di ruang ganti tadi.

“... Tidak ada yang aneh,” kataku kepada Mizuto yang sedang menunggu di bawah.

Mizuto terlihat semakin tidak percaya. Seharusnya aku yang begitu.

“Jangan menakutiku begitu dong .... Kukira sedang masuk ke sarang kosong tadi.”

“... Yakin? Yakin kamarmu tidak habis dibersihkan? Majalah porno tambahannya?”

“Tidak ada yang aneh kok! ‘Tambahan’ apanya? Aku bahkan tidak punya!”

Kenapa harus majalah porno? Aku tidak mengerti sama sekali.

Mizuto merengut dan mengusap-usap tengkuknya. Dia selalu melakukan itu saat sedang berpikir.

“Hei! Cepat jelaskan! Sepatu itu milik gadis yang kau bawa, ‘kan?”

“Ahhh? Ahhh ... ya, ya, ya. Yah, aku yang membawa gadis itu.”

“Hah!? Jujur banget ....”

Mizuto berbalik badan dan menggaruk-garuk kepalanya dengan frustasi. Aku mencegatnya saat ingin pergi. Nampaknya dia ingin ke ruang tamu.

“... Apa? Aku sangat lelah. Aku mau minum. Oke?”

Le-Lelah ...!? Tu-Tunggu dulu ....

Adegan intim yang dilakukan Mizuto dan gadis lugu itu langsung terlintas di benakku.

“A-A-Apa yang kalian lakukan di kamar ....”

Mizuto menyipitkan matanya saat memandangku.

“Kenapa juga aku harus memberitahumu, Yume-san?”

“...!”

Aku hanya bisa termanyun karena pertanyaannya itu.

... Yah, aku memang tidak berhak keberatan meski Mizuto membawa seorang gadis ke sini. Aku tidak berhak marah maupun menyuruhnya meminta maaf.

Karena kami hanyalah saudara tiri.

... Namun, mengapa aku sangat marah?

“... Oke, lebih baik lupakan saja kejadian tadi.”

Mizuto mengusirku lalu membuka pintu ruang tamu.

Sesaat kemudian, dia tertegun.

Dia ... hanya berdiri di sana sambil tertegun.

“...?”

... Ada lima kursi di meja makan.

Hanya itu.

“... Apa ...!”

Aku tidak mengerti.

Mizuto sangat terkejut dan langsung mengunci diri di kamarnya tanpa mengatakan apa pun. Dia tidak menjelaskannya sama sekali.

“Haa ....”

Aku memutuskan untuk kembali ke kamar. Tidak ada yang aneh. Kamarku masih sama seperti pagi tadi .... Kenapa dia menyuruhku memeriksa kamar? Untuk mengalihkan fakta tentang dirinya yang membawa pacarnya ke sini ...?

... Mending istirahat dulu deh.

Aku dengan cepat berganti pakaian ke baju santai dan melompat ke kasur.

Tubuhku tertutupi oleh rambut. Menumbuhkannya butuh waktu yang lama, tetapi sekarang rambut ini sedikit menjengkelkan.

“... Apa aku salah paham lagi?”

Sepatu siswi perumpuan. Seorang gadis yang duduk bersamanya di restoran cepat saji .... Apa aku berbuat kekacauan lagi?

Aku menghela nafas, lalu tertidur karena kelelahan ––

[Kau tidak suka melihatku dekat dengan orang lain, tetapi sebenarnya kau juga dekat dengan gadis lain, kan?]

Aku mengingat jelas perkataanku saat itu.

Biasanya dia penyendiri dan tenang, tetapi pada saat itu, dia terguncang dan menatapku dengan bingung.

Aku langsung sadar kalau aku seharusnya tidak bicara begitu.

Dia meminta maaf. Dia ingin menebus kesalahannya padaku. Dia memperlihatkan keinginan buruknya yang ingin memonopoli dan ingin lebih dekat denganku. dia melakukannya dengan cara yang bukan seperti dirinya sendiri. Namun ––

Aku teringat adegan di perpustakaan. Tempat di mana kami bertemu dan saling jatuh cinta. Di sanalah aku melihatnya berbicara dengan riang kepada gadis lain.

Aku tahu itu hanya salah paham.

Saat itu aku menyadarinya jauh di dalam kepalaku.

Namun, kesanku saat itu tidak dapat dihapus dan bekas lukanya tidak dapat disembuhkan.

––Orang yang paling kupercayai melakukan hal yang enggan kupercayai. Terlebih dia melakukannya di tempat yang penuh kenangan bagi kami.

Kesan itu mengubah pikiran dan ... mengacak-acak hatiku.

Meskipun mungkin ada alasannya ... kalau aku diperlakukan dengan dingin atau dicemooh ....

Dulu aku orang yang pemalu dan jarang berbicara.

Namun, bukan berarti hatiku juga sama.

Sebenarnya aku selalu memendam hal yang kupikirkan. Ada lusinan kata yang tak terkira berputar-putar di dalam hatiku.

Saat itu aku mengeluarkan semua isi pikiranku –– dan mengomelinya layaknya bendungan yang jebol.

... Aku juga ingin menebus kesalahanku padanya.

Karena itulah aku telah menyiapkan rencana untuk liburan musim panas berikutnya ... itulah yang ingin kuberitahu kepada Irido-kun saat itu.

Namun, hal itu percuma.

Tidak ada liburan musim panas kedua bagi kami.

––Aku terbangun dari tidur dalam keadaan sedikit pusing.

Aku melihat genangan air saat menelentangkan badan. Air liur? Atau ...?

Aku hanya mengusap mata.

Di luar gelap. Nampaknya aku tidur lebih lama daripada yang diperkirakan ... mungkin karena mentalku yang kelelahan. Semua ini salah pria itu.

“Yume ~? Sudah bangun ~? Turunlah. Sebentar lagi makan malam.”

“Iya.”

Aku menjawabnya meski sedikit lesu. Mungkin karena aku lapar. Aku akan pulih setelah memakan sesuatu.

Begitulah pikirku. Kemudian setelah aku membuka pintu dan sampai di koridor ....

Pergelangan tanganku di genggam dan aku pun ditarik kembali.

“Kyaaa ...!?”

Aku tersandung, tetapi untungnya ada dinding di belakang yang mencegahku terjatuh.

Apaan sih ...!

Aku melihat wajah Mizuto Irido saat menengadah dengan marah.

Eeehhhh!?

Pergelangan tanganku digenggam dan entah mengapa Mizuto menatapku dengan tegang. Aku bisa merasakan kejujuran dalam tatapan dingin dan tajamnya itu. Itu ekspresi yang membuatku jatuh hati saat SMP dulu.

Tanpa sadar aku mengalihkan pandangan karena terintimidasi.

“A-Apa ...?”

“Aku ingin menagih hukuman yang waktu itu.”

Untuk sesaat aku tidak bisa memahami yang dikatakannya. Hukuman apa? Oh! Akhirnya aku teringat kejadian baru-baru ini.

Mungkin maksudnya insiden celana dalam yang mengerikan waktu itu. Saat itu kami seri dan sepakat kalau hukumannya adalah, “Masing-masing boleh memberikan satu perintah apa pun, asalkan tidak terlalu mesum dan berlebihan.” Jadi ....

Dia mau menagihnya sekarang .... Apa yang akan dia minta?

... Mungkinkah dia ingin aku merahasiakan tentang gadis yang dibawanya tadi? Kalau iya, maka aku akan menyumpahinya lewat tulisan saja.

Aku telah mengambil keputusan. Namun, ternyata permintaan Mizuto benar-benar di luar dugaanku.


◆Mizuto◆


––Ada lima kursi di meja makan.

Kalian bertanya-tanya apa yang mengejutkan dari itu?

Misteri kelima kursi ini merupakan alasan di balik semua tindakanku.

Gadis yang bersamaku di restoran cepat saji, sepatu siswi perempuan di pintu masuk, mengapa aku menyuruh Yume memeriksa kamar, mengapa aku bertanya tentang majalah porno tambahan .... Meski Yume tidak menyadarinya, tetapi semua itu karena pesan di balik kelima kursi ini.

Kalian bertanya-tanya hukuman apa yang kutagih dari Yume tadi?

Aku harus menjelaskan terlebih dahulu makna di balik adegan saat itu. Yap, karena itulah aku akan menjelaskan adegan lamaran saat itu dari sudut pandangku.


[... Berpacaranlah denganku, lalu kita akan menikah di masa depan.]


Sama seperti diriku yang tak mengetahui segala hal tentangnya, dia pun tak mengetahui segala hal tentangku.

Jadi, mari kita bahas dari awal.

Mari bahas tentang bahaya tak diketahui yang mengancam Yume.

Semua bermula sehari setelah Yume demam.

 Aku menggeledah lapisan yang disebut rak buku. Aku melakukannya layaknya arkeolog yang sedang menggali fosil.

Ini terjadi di perpustakaan saat sepulang sekolah.

Perpustakaan merupakan fasilitas baca gratis yang dibutuhkan siswa kurang mampu. Perpustakaan ini sempurna dan sangat lengkap. Dari buku pelajaran sampai novel ringan, semuanya ada di sini. Aku sering kemari semenjak masuk SMA ini.

Aku mengeluarkan sebuah novel ringan lawas dari rak buku. Gambar sampulnya tampak tua dan tepian bukunya sudah compang-camping. Aku mengeluarkan catatan peminjaman di bukunya dan menemukan bahwa buku ini pertama kali di pinjam saat abad ke-20(3). Setelah merasakan sejarah dari buku itu, aku pun dengan senang hati membawanya ke tempat biasanya aku membaca.

Aku biasa menbaca di sudut seberang pintu masuk. Tempatnya setengah tertutupi oleh rak buku. Aku mencondongkan tubuh ke arah AC di dekat jendela seperti biasanya.

Aku terus membolak-balik halaman sementara punggungku berjemur di bawah sinar matahari redup. 

Hmm, mirip ungkapan kata yang tidak beraturan. Rasanya seperti langsung tertancap ke dalam otakku .... 

Aku merasakan ada orang yang berdiri di sampingku saat bergumam tadi.

Tunggu ... mungkinkah orang itu menggunakan pantulan jendela?

Aku berpaling dari buku dan menemukan seorang gadis dengan rambut kepang dua di depan dadanya. Mata besarnya menatapku dari balik kacamata hitam dengan bingkai kehijau-hijauan yang besar.

“...?”

Di belakangku sekarang hanya ada tembok.

Kenapa dia ke sini? Dia tidak mencariku, ‘kan ...?

“... Mizuto ... Irido-kun,.... ‘kan ...?”

Dia menatapku dan memanggil dengan suara yang pelan.

Sepertinya dia memang mencariku. Aneh sekali.

“Erm ... maaf. Apa kita pernah bertemu?”

“Aku ... erm ... ada ... yang ingin kusampaikan, Irido-kun ....”

Gadis berkepang itu mengatupkan jari-jemarinya di depan dada. Getaran dan sikapnya membuatku deja vu(4) .... Aku teringat momen tak terlupakan saat akhir liburan musim panas kelas dua SMP, yaitu saat Yume Ayai menyerahkan surat cinta kepadaku.






Hah?


Tidak, tunggu — kami baru saja bertemu, 'kan? Mengapa seorang gadis yang belum pernah aku temui tiba-tiba—


Aku menatapnya, yang sedang melihat ke bawah. Aku berani bersumpah pernah bertemu dengannya di suatu tempat …

“—Pfft.”

Gadis berkacamata itu tiba-tiba cekikikan sambil menutup mulutnya.

“P-pfffffffffffffffttt…! Ya ampun, aku tidak menyangka akan kelepasan begini! Karena daritadi kau belum sadar juga, aku jadi bingung kapan harus berhenti, Irido-kun. ”

Tiba-tiba nada bicaranya berubah. Wajahnya memang terlihat seperti siswi lugu, tetapi suaranya terlalu ceria.

Rasanya aneh. Seperti seorang seiyu(5) yang diminta menyulih suara film Barat meski tidak cocok untuknya.

“Hmm? Kau benar-benar tidak sadar? Tunggu sebentar, ya ––"

Gadis berkacamata itu menundukkan kepala untuk menutupi wajahnya. Dia melepas kacamata dan ikat rambutnya, menyapu rambutnya yang tergerai ke belakang, lalu mengangkat kepala.

"Hai! Apa kau sadar sekarang ~!?”

"–Ah."

Kalian paham sekarang? Gadis inilah yang datang ke rumahku.

Gadis berkucir kuda dan semungil binatang kecil.

“… Minami-san?

"Yap! Bagaimana? Penampilan ini juga cocok buatku, ‘kan?"

Dia kembali memakai kacamata dan dengan cepat mengikat rambutnya, lalu tertawa.

Aku sama sekali tidak sadar .... Dia benar-benar terlihat seperti siswi lugu — Seperti kata orang, 90% dari kepribadian seseorang dibentuk dari penampilannya.

“Karena tidak ingin menarik perhatian, aku memutuskan mengubah penampilan! Kurasa inilah penampilan yang cocok kalau ingin bicara denganmu, Irido-kun.”

“Lelucon macam apa ini? Aku terkejut karena mengira akan ditembak."


“Ah, enggak apa-apa. Kaget saja. "

"Hah?"

“Irido-kun. Berpacaranlah denganku, lalu kita akan menikah di masa depan."

Aku benar-benar tidak paham. Rasanya seolah-olah sedang membaca novel yang diterjemahkan dengan bahasa buruk dan mengerikan.

"... Maaf. Bisa ulangi lagi?"

“Eh? Ya ampun. Dengarkan baik-baik dong."

Minami-san sedikit mendekat. Dia menatapku melalui kacamata hitam dengan bingkai kehijau-hijauan, lalu mengulangi perkataannya.

“Irido-kun. Berpacaranlah denganku, lalu kita akan menikah di masa depan."

"…Hah? Apa aku tidak salah dengar?”

Berpacaran, lalu .... Eh? Menikah? Apa tadi dia benar-benar bilang begitu?

f“Haaa ~? Apa omonganku kurang jelas? Aku ingin jadi pacar. Jadi kekasih. Lalu jadi istrimu di masa depan, Irido-kun. Paham?”

“... Enggak.”

Tunggu, apa barusan aku ditembak oleh teman sekelasku? Meski kami baru bertemu di SMA kurang dari sebulan?

Terlebih lagi, lamaran pernikahan?

… Oke, tenang. Mungkin saja ini hanya jebakan, atau bahkan kesalahpahaman. Mari tenang, kumpulkan informasi, dan buat keputusan dengan bijak.

“… Minami-san, kau ingin menikah denganku?”

“Iya.”

“… Minami-san, apa kau menyukaiku?”

“Aku tidak membencimu kok.”

“… Minam-san … kenapa kau ingin menikah denganku?”

"Soalnya ...." Wajahnya berseri-seri. “Kalau aku menikah dengan Irido-kun, aku akan jadi adik perempuan Yume-chan!”

“…………”

AKU ENGGAK PAHAM SAMA SEKALI!



“–– Setelah itu, dia terus memuji betapa hebatnya Irido-kun? Seperti seorang sales licik yang sedang menawarkan barang dagangannya?”

“Begitulah …”

Hari ini aku hanya sendirian di kamar, sedang berbicara dengan temanku Kogure Kawanami di telepon. Aku terus menghela nafas selama pembicaraan berlangsung.

"Aku tidak mengerti .... Apa Minami-san ... memang orang yang seperti itu ...?"

“Begitulah dia. Mengerikan, ‘kan? Gyhahahaha!”

Entah mengapa Kawanami merasa senang. Yah, dia mirip seorang otaku yang bertemu dengan sesamanya.

“Dia sudah banyak berkembang. Bahkan sampai bisa melakukan penyamaran seperti itu. Dulu dia sudah menebarkan racun ke mana-mana. Kurasa itu jugalah alasan dia memilih masuk SMA ini. Karena tidak akan ada siswa yang berasal dari SMP yang sama dengannya di sini.”

Ingin memulai debut baru di SMA, ya? Ternyata bukan hanya Yume.

“Yah… orang macam apa dia? Kalau tidak salah kau mengenalnya, ‘kan? "

“Dia seperti mesin yang berpacu dalam kecepatan tinggi — Begitulah Akatsuki Minami.”

Suara Kawanami terdengar lebih serius dari biasanya.

“Meski akan pusing ketika burusaha terlalu keras, dia tidak akan berhenti. Dia mirip generator nuklir yang terus bergerak. Hal itu mulai mebuatnya membocorkan bahan-bahan beracun, lalu berakhir dengan sebuah ledakan besar.”

Suara cekikikannya bisa terdengar dari balik telepon.

“Ledakan besar … apa yang kau maksud?”

“Yah, rasanya aku daritadi seperti menjelek-jelekkan dia, tetapi –– Minami pernah berpacaran saat di SMP dulu.”

“Eh?”

Minami-san pernah berpacaran?… Hal itu agak sulit untuk dibayangkan. Ini mungkin karena tubuhnya terlihat seperti anak kecil.

“Pria yang jadi pacarnya itu bodoh, ‘kan? Tentu saja Minami menjalani hubungan itu dengan penuh semangat. Setiap menit dan detiknya, gadis itu ingin bersama pacarnya. Pada awalnya si pacar juga sangat senang. Gadis yang disukainya itu — seorang gadis yang agak imut — selalu perhatian kepadanya. Pria mana pun akan senang dengan itu, ‘kan?”

Kedengarannya sangat masuk akal ....

Selagi aku berpikir begitu, Kawanami melanjutkan ceritanya.

“Namun, terjadi sesuatu  tiga bulan kemudian. Apa kau bisa menebak apa yang terjadi?"

"Minami-san hamil?"

“— Si pacar mengalami stres dan dilarikan ke rumah sakit.”

"Hah?"

Tu-Tunggu dulu.

Bukankah Minami-san sangat perhatian kepada si pacar? Bukankah si pacar yang jadi penerima, bukan pemberi? Terus kenapa malah dia yang tumbang?

“Itulah bagian yang menakutkan dari Akatsuki Minami …”

Kawanami terdengar agak jauh.

“Siapa pun akan mengalami stres dan tumbang bila terlalu disayangi, loh. Bahkan ini juga berlaku untuk seekor kucing. Akatsuki Minami mampu melakukan itu kepada manusia. Ini bukti bahwa dia dipenuhi oleh cinta yang berlebihan. Dia akan memberikan cinta kepada semua orang yang dia sukai. Cinta, cinta, cinta, dan lebih banyak lagi cinta ... sampai orang tersebut mati oleh cinta berlebihan itu.”

Aku tersentak.

Aku merasa sedikit sulit mempercayai ini .... Namun, setelah berpikir sejenak, aku tidak dapat menyangkalnya.

Kalau aku jadi si pacar, yang terus diperhatikan setiap waktu, ... aku mungkin akan merasa bahwa harga diriku telah direnggut. Aku akan berpikir bahwa diriku hanyalah mainannya ....

“Ingat waktu Minami menjenguk Irido-san yang sedang sakit, ‘kan? Seharusnya ada semacam pertanda. Apa kau tahu?”

… Kalau diingat lagi, saat itu dia menyuapi Yume. Bahkan sampai meniupkan makanannya. Bukankah itu terlalu berlebihan bagi orang yang baru berteman kurang dari sebulan?

“Haa, dia sungguh tidak bisa menahan diri. Sekarang dia mengincar perempuan toh?"

"Hah?"

“Aku cuma bicara sendiri kok .... Ngomong-ngomong, Irido, apa kau masih mau menikahi Minami setelah mendengar cerita ini?”

"Enggak. Aku ini tipe orang yang tidak suka dikekang."

“Kalau begitu, tolak dia secara langsung. Dia memang akan terus mengusikmu, tetapi abaikan saja … Kalau dia mulai berlebihan, beritahu saja aku. Aku akan membantu secara langsung."

"Mulai berlebihan? Contohnya?"

“Hmm—… ya. Ini hanya rumor yang kudengar di SMP dulu, tetapi yang dilakukan gadis gila itu di SMP adalah — ah, lupakan saja. Nanti kau malah akan merasa takut. Maaf, lupakan saja. ”

“... Hei, apa kau senang membuat orang penasaran begini?”

“Nanti juga kau akan tahu sendiri saat mengalaminya langsung .... Melakukan ini sungguh menyenangkan.”

Kawanami cekikikan lagi dari balik telepon. “Hubungi aku kalau terjadi sesuatu.” Dia mengakhiri panggilan teleponnya.

Sebenarnya aku ingin bertanya mengapa dia bisa begitu mengenal Minami-san, tapi tidak pernah menemukan kesempatan yang tepat.



Sejak saat itu, Minami-san terus menggangguku.


 “Hei ~, ayo kita menikah ~!”

"Aku ini tipe orang yang akan memberikan segalanya, loh ~."

“Hei, hei, apa kau begitu membenciku?”

“Aku akan memberimu banyak bayi deh ~”


Dia terus-menerus melamarku seperti itu. Dia bahkan tidak bersungguh-sungguh meyakinkanku. Dia selalu menatapku, entah itu di restoran cepat saji atau saat membaca di perpustakaan, sambil memohon untuk menikahinya.



Lalu, kejadian ini terjadi.



“Kau sudah menyuruh pulang gadis yang kau bawa tadi, ‘kan!? ”



Dua hari setelah insiden celana dalam, Yume tiba-tiba memfitnahku dengan geram.

Berdasarkan perkataan Yume, ada sepatu siswi perempuan di pintu masuk. Mustahil. Aku pikir dia salah lihat, tetapi begitu melihat video yang direkamnya, aku sadar itu bukan lelucon.

Sepatunya sangat kecil. Mustahil ada orang di rumah ini yang bisa memakainya, kecuali kalau si pemilik bertubuh mungil seperti Minami-san.

Pintu masuknya tidak terkunci. Artinya, ada orang lain yang masuk ke rumah ini seenaknya. Kalau memang begitu, kapan dan bagaimana cara dia masuk?

... Aku punya sebuah dugaan. Saat sampai di rumah, aku mungkin lupa mengunci pintu dan langsung pergi ke kamar begitu saja. Namun, ketika aku turun, pintunya terkunci. Sepatu mungil itu mungkin ada di depan pintu, hanya saja tidak terlihat dari balik tangga.

Benar juga.

Minami-san biasanya terus menggangguku sepulang sekolah, tidak hanya hari ini. Dia membuntutiku pulang ke rumah. Kalau mempertajam pendengarannya, dia bisa mendengar apakah pintu sudah di kunci atau belum —

Ini adalah tindakan gila, tetapi hanya itu penjelasan yang bisa aku kumpulkan. Dia tidak menyembunyikan sepatunya, yang berarti tindakannya itu dilakukan secara tiba-tiba dan karena dorongan batin. Dia mungkin tidak bisa menahan diri saat melihat ada kesempatan.

Aku teringat perkataan Kawanami. Yang dilakukan Akatsuki Minami di SMP dulu adalah—



Saat Yume memeriksa kamarnya, aku menelepon Kogure Kawanami.

"Sesuai dugaanmu. Dulu gadis itu pernah menyelinap ke kamar pacarnya."

Yang diberitahukan Kogure Kawanami sesuai dengan dugaanku.

“Yah, tidak ada masalah besar. Dia hanya membersihkan kamar pacarnya, mengambil beberapa foto seolah-olah tempat itu adalah TKP kecelakaan, dan bertambahnya gambar erotis di Komputer ….”

“Bertambah? Bukan berkurang?”

“Yap. Terlebih lagi, semua itu adalah foto tentang fetish si pacar.”

... Kok kedengarannya lebih menakutkan daripada semua foto erotis si pacar dihapus, ya?

“Bagaimanapun, tidak ada masalah besar, ‘kan? Terus kenapa si pacar sampai stre ––”

“Sebenarnya, ada satu hal lagi yang belum kukatakan …. Sarung bantal si pacar juga diganti dengan yang baru.”

"………Ah……"

Aku jadi teringat masa lalu kelam yang diceritakan Yume dua hari lalu. Apa semua gadis SMP memang hobi mengoleksi barang semacam itu?

… Lebih baik beri tahu Yume dulu.

Temanmu penguntit andal, loh. Mana mungkin aku bisa bilang begitu! Itu akan sangat mengejutkannya. Serius ini, aku harus apa …?

Aku pusing karena memikirkan bahwa kamar Yume sudah diserang —



“... Tidak ada yang aneh.”

Jawab Yume.

Minami-san tidak pernah memasuki kamar Yume. Itu adalah fakta yang tak terbantahkan.

Lalu kemana dia pergi?

Dia secara ilegal menyusup ke rumah kami. Apa yang dia lakukan?

— Yap, kita kembali ke masalah kursi di meja makan.

Apa kalian sekarang mengerti? Makna di balik adegan yang kulihat selanjutnya?

Tujuan Akatsuki Minami adalah jadi satu keluarga dengan Yume Irido. Menikah denganku adalah bagian awal dari rencananya. Rencana terakhirnya adalah jadi satu keluarga dengan Yume.

Untuk saat ini, anggota keluarga kami masih empat orang.

Ingat, dan lihatlah situasinya.

 —Ada lima kursi di meja makan.



"Gadis itu sudah kelewatan."

Aku kembali ke kamar dan menelepon Kogure Kawanami. Dia terdengar lumayan bisa diandalkan saat mengatakan itu.

“Sepertinya gadis itu tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun. Yah, aku tidak ingin melakukan ini, tetapi kita memang perlu menggoyahkannya. Hihihihi!”

“… Kedengarannya kau menikmati ini.”

Ada apa dengan suara yang dapat diandalkan itu? Padahal selama ini aku sangat kerepotan.

"Apa yang akan kau lakukan? Apa ada rencana?”

"Tentu saja ada. Sejujurnya, kita hanya perlu membuatnya berhenti mengejar Irido-san. Yah, dalam kasus ini, ada satu rencana yang akan selalu berhasil di era mana pun.”

Aku tidak paham maksud 'era mana pun' yang dibicarakan orang ini, tetapi aku tetap memutuskan untuk mendengarkannya.

Kemudian Kawanami memberitahuku dengan suara yang entah mengapa terdengar seram.

“Mizuto Irido. Saat bertemu Irido-san nanti, bilang kepadanya—”

Lalu, aku sangat menyesal mendengarkan perkataannya dengan patuh.



◆ Yume ◆


Permintaan Mizuto sungguh di luar dugaanku.

"— Besok, berkencanlah denganku."



CATATAN PENERJEMAH:

(1)Kejadian yang dimaksud adalah saat Yume mengaku sebagai brocon. Jelas enggak akan ada cewe yang berani mendekati Mizuto setelah kejadian itu. Tentu saja hal yang sama berlaku untuk Yume.

(2)Soumen 

(3)1901 – 2000.

(4)Dejavu merupakan kondisi di mana seseorang seperti mengalami keadaan serta situasi yang sama dengan pengalaman masa lalunya.

(5)Pengisi suara.


Share:

0 comments