Mamahaha no Tsurego ga Motokano datta Vol. 01 BAB 04
BAB 4
Mantan Kekasih Mengikuti Tes
(... Tubuhnya juga Berbau Keringat)
Saat itu bisa dibilang aku masih muda dan bodoh. Namun, aku mempunyai keberadaan yang disebut pacar pada saat pertengahan kelas dua SMP-ku.
Dia penyendiri, cerdas, baik hati, lumayan keren, mirip seorang detektif terkenal dalam cerita misteri, atau seperti itulah yang kuingat. Namun, kurasa itu hanyalah trik naratif(1). Kalaupun ada bagian di dirinya yang mirip dengan seorang detektif terkenal, kurasa itu adalah cara dia menggaruk-garuk rambut dan membiarkan ketombe beterbangan ke mana-mana. Tidak peduli betapa selaras pun kondisinya, mustahil aku bisa membuat ulang keajaiban di Reichenbach(2).
Ada contoh yang membuktikan betapa tak berguananya dia.
Dulu aku hanyalah orang biasa pada umumnya, serta orang yang terkadang tersiksa secara mental. Ya, mentalku tersiksa saat di kelas olahraga.
Biasanya selalu ada perintah jahat seperti: “Baiklah, semuanya, bentuk pasangan.” Bagiku perintah itu seperti sangkakala pertanda kiamat. Pada akhirnya, setiap kali kelas olahraga berlangsung, aku bergentayangan layaknya hantu yang tidak punya tujuan dan berpasangan dengan orang lain yang juga tidak pernah mendapatkan teman untuk berpasangan. Mengingat hal itu saja sudah menbuatku marah.
Aku sekelas dengan pria itu saat kami kelas dua SMP. Namun, kelas olahraga untuk laki-laki dan perempuan di lakukan secara terpisah. Jadi, sampai kami berpacaran pun, aku tidak pernah melihat bagaimana pria itu menghabiskan waktunya selama kelas olahraga. Yah, setidaknya aku memlihatnya selama di kelas dan juga selama istirahat, dari awal sa –– ah, abaikan yang kukatakan tadi.
... Ngomong-ngomong, pada saat kelas olahraga pertama setelah kami mulai berpacaran, aku sedikit penasaran tentang apa saja yang dia lakukan.
Dia sangat pintar, sangat baik, sangat dapat diandalkan (atau akunya saja yang terlalu percaya kepadanya). Jadi, seberapa atletisnya dia?
Kurasa, karena dia dapat melakukan apa pun dengan mudah, dia mungkin pandai dalam berolahraga.
Aku ingin melihatnya.
Aku ingin melihat dirinya yang aktif di kelas olahraga.
Pada hari itu para siswa laki-laki bermain sepak bola.
Para siswa laki-laki dibagi menjadi tim merah dan tim putih. Sebenarnya saat itu jadwal para siswi perempuan adalah bermain tenis. Namun, kami semua pergi untuk menonton pertandingan sepak bola dengan alasan menunggu sampai lapangan tenis dibuka. Kami seperti manajer tim yang sedang mendukung tim kami, tetapi sebenarnya itu hanyalah tindakan remaja pubertas biasa.
Kenapa juga kami harus bersorak “Satu, dua ... lakukan yang terbaik ~!”? Apa mereka memang harus melakukan yang terbaik? Apa mereka tidak tahu betapa susahnya bersorak untuk laki-laki yang bukan pacar kita?
Ya, justru kalianlah yang akan menarik perhatian.
Lagi pula, aku hanya mendukung pria yang kupacari secara diam-diam, sekaligus merupakan hal yang melampaui para siswi lainnya. Aku berkhayal sedang membawakan handuk untuknya, khayalan itu tidak bisa dihentikan. Khayalanku sudah sampai pada titik di mana aku sedang di kabedon(3) oleh dirinya yang sedang bermandikan keringat. Apa sih yang terjadi kepada diriku yang membenci segala macam bualan tentang masa muda ini?
Namun,
Sayangnya –– atau untungnya, khayalan itu tidak pernah terwujud.
Pria itu, yaitu pacarku.
... Tidak pernah tampil sama sekali.
Setelah pertandingan berakhir, pria itu bahkan tidak berkeringat setetes pun di wajahnya. Namun, itu sudah bisa diduga. Dia hanya berdiri dan tidak bergerak sedikit pun di sisi kanan lapangan. Dia sedang berjaga dengan aura “jangan mendekat” di sekujur tubuhnya. Aura itu meradikalisasi dunia sepak bola dengan cara yang benar-benar baru.
Aku menatapnya dengan acuh tak acuh, saat dia meninggalkan kerumunan. Dia hanya duduk di bawah naungan pohon yang ada di tepi lapangan. Setelah itu, aku pun mendekatinya.
“Irido-kun, apa kau buruk dalam olahraga?”
Bahunya tersentak ... kemudian dia berbalik secara perlahan.
“... Apa kau melihatnya?”
“... Apa tidak boleh?”
“... Sebenarnya, ya sih.”
Aku menemukan sesuatu yang mirip dengan rasa malu pada pandangan matanya yang berpaling itu, lalu tanpa sadar aku pun tersenyum.
“Begitu ya .... Jadi, kau juga buruk dalam olahraga ya, Irido-kun ~”
“... Kenapa kau jadi sangat senang?”
“Kenapa kau menanyakan itu .... Mungkin itu karena aku mengetahui kalau ada hal yang sama di antara kita.”
Jika fakta saat itu dikesampingkan, aku pernah menganggap pacarku sebagai, “Satu-satunya manusia super yang sempurna dan penyendiri.”
Kurasa itu karena pria itu tidak pernah menunjukkan kelemahannya kepadaku. Mungkin karena harga diri seorang prianya yang sedang dipertaruhkan.
“Irido-kun, kau imut.”
Itulah yang kukatakan setelah menyadarinya.
Dia menunduk dan menyembunyikan wajahnya.
“Sebenarnya, daripada menyebut “Imut,” aku sangat berharap kau menyebutku “Keren.””
“....”
Namun, mau magaimanapun dia berusaha menyembunyikan wajahnya, aku masih bisa melihatnya. Bahkan saat aku sedang berdiri di belakangnya.
Telinganya yang bagus itu, jelas lebih merah daripada biasanya.
Pria tak berperasaan dan sangat tabah itu, hanyalah bocah yang akan berusaha keras demi harga dirinya yang tak berguna. Tidak diragukan lagi kalau dia bukanlah pahlawan seperti Sherlock Holmes. Dia hanyalah orang lemah sepertiku .... Dia hanya orang biasa yang mencintaiku.
Anehnya saat itu aku merasa bahagia karena suatu alasan.
Diriku yang dulu benar-benar mencintai si Pria Kecambah yang kurang berolahraga itu. Kupikir diriku yang dulu harus memperbaiki fetish miliknya.
o
“Erm ... 81 cm? Wow –”
Guru UKS(4) mencatat ukuran payudaraku dengan takjub.
“Aku telah mengukur ukuran payudara para siswi SMA selama bertahun-tahun, tetapi ini pertama kalinya aku merasa iri. Payudara yang sangat cantik. Aku ingin mengukurnya lagi ...”
“... Erm, apa tidak apa-apa?”
Aku keluar tirai dan kabur dari guru yang terus membungkuk dua kali, bertepuk tangan dua kali, dan membungkuk lagi sekali itu5.
Aku selalu membenci pemeriksaan fisik. Aku sedih karena tubuh cebolku yang dulu, bahkan sampai sekarang.
Aku tanpa sadar mendesau saat mengambil baju olahraga yang ada di sudut kelas.
... Tidak, aku tidak boleh tertekan hanya karena hal ini. Ada hal yang lebih merepotkan setelah ini.
Aku tiba-tiba berhenti saat mau mengenakan baju olahragaku.
Jiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.
Ada gadis berkucir kuda, yang kira-kira lebih pendek 10 cm dariku, sedang menatap tajam payudaraku dari dekat. Dia terus menatap payudaraku dari tiap sudut, membelalakkan matanya sampai sebulat piring, dan tidak berkedip sedikit pun. Dia menakutkan.
Seandainya tidak mengenali wajahnya, aku mungkin akan memanggil polisi meski jenis kelamin kami sama. Namun, untungnya aku tahu pemilik wajah itu, mungkin.
“A-Ada apa? M-Minami-san ...? ”
Aku menutupi payudaraku dengan tangan dan menjaga jarak dari gadis itu.
Kemudian dia tersadar, “Ahahah,” dan menberikan tawa yang aneh.
“Aku hanya berpikir kalau Irido-san memiliki payudara ~ boing ~ boing ~ yang lumayan ~ meskipun tubuhmu sangat ramping ~! Aku menyukainya ~”
Gadis yang menepuk-nepuk dada ratanya tanpa ampun itu adalah Akatsuki Minami-san. Dia salah satu teman baikku semenjak bersekolah di sini.
Dia periang, baik, dan mudah bergaul. Dia ramah dan terlihat seperti binatang yang imut. Kalau diriku masih sama seperti saat SMP dulu, kami tidak mungkin bisa berteman meskipun dia baik terhadapku.
Dia membelalakkan mata besarnya yang mirip tupai.
“Aku selalu berdoa tiap tahunnya, tetapi punyaku tidak pernah tumbuh ~ Haaa ~ karena itulah aku selalu murung saat pemeriksaan fisik.”
“Aku paham kok. Pertumbuhanku bahkan baru dimulai tahun lalu ...”
“Eh? Pertumbuhanmu juga tertunda?”
“Tinggiku bahkan hampir sama sepertimu saat tahun lalu.”
“Ehh ~!? Kau tumbuh secepat ini selama setahun!? ... Ma-Maukah kau memberitahu ukuran payudaramu ...?”
“Kenapa sekarang kau malah malu-malu ... ermm, oke.”
Aku membungkuk dan berbisik kepada Minami-san. Pada saat itu, matanya yang besar langsung terbelalak.
“... D-D(6) ,,,?”
“Bi-Biar kuingatkan, aku hanya memiliki ukuran yang lebih besar sedikit lho ... !?”
“Kaulah harapanku, Irido-san!”
Aku mulai panik saat dia menerjangku dengan tiba-tiba. Kontak fisik dari Minami sangat kuat. Tidak perduli bagaimanapun aku mengubah kepribadian, aku tidak bisa seperti dirinya.
“Katanya, ‘orang akan jadi merah kalau terus mendekati merah’(7). Kalau aku terus menempel kepadamu, apa aku bisa sedikit lebih tumbuh lagi, Irido-san?”
“Um, maaf, tetapi peribahasa itu tidak bisa digunakan begini. Jadi, bisakah kau melepaskanku?”
Hanya wajahku yang memerah, sedangkan dia tidak.
Berhentilah menggosok-gosok wajahku seperti anak kucing.
Namun, serius deh, kenapa aku tumbuh secara tiba-tiba? Apa hormon femininku bekerja dengan cara tertentu? ... Lagi pula, aku mulai tumbuh saat hormon-hormonku dilepaskan sepenuhnya.
Minami-san dan aku mengobrol tentang pemeriksaan fisik dengan riangnya. Kemudian kami meninggalkan UKS dan tiba di gedung olahraga.
Di gedung inilah kami akan melakukan tes kebugaran.
Minami-san hanya berjalan di sampingku dengan acuh tak acuh, menjuntai-juntaikan kucir kudanya, “Hm.” serta mengamatiku saat mengenakan kaosku.
“Punggung dan kakimu ~ ramping ~ sulit mempertahankannya kan? Seolah-olah kau akan gemuk kalau ceroboh sedikit saja.”
“Y-Ya.”
“Ah, berarti biasanya kau melakukan sesuatu untuk mempertahankannya dong. Apa kau berolahraga?”
“Yah ... kurang lebih?”
Aku menempelkan senyum mirip Papier-mâché(8) ke wajahku. Jika aku bilang, “Aku tidak melakukan apa pun dan nutrisinya hanya pindah ke tinggi serta dadaku,” itu akan membuatku seolah-olah sedang membual. Kemudian orang-orang akan menggosipkan tentang, “Bukankah gadis itu terlalu sombong?”
“Aku selalu datang ke tes kebugaran dengan enggan ~ kau memiliki tubuh yang bagus, Irido-san ~ Kurasa kau bisa melakukannya dengan lancar ~”
“Ti-Tidak juga kok ...”
“Ditambah lagi ~! Ahh ~ , mengapa kita juga harus melakukan tes kebugaran di SMA sih? Ini dunia yang kejam bagi orang-orang seperti kita ~!”
Aku mencoba mengimbangi topik pembicaraannya. Namun, sebenarnya aku berkeringat dingin.
Aku mengubah kepribadian dan penampilanku.
Aku mengubah segala hal tentang diriku, untuk menyelesaikan metamorfosis ini.
–– Namun, hanya kemampuan fisikku yang tidak berubah.
Ada hal yang membuatku selalu penasaran.
Mengapa tes kebugaran tidak menghargai privasi para siswa, seperti saat pemeriksaan fisik? Kenapa kami harus dipaksa menunjukkan sepayah apa kemampuan atletis kami? Bukankah ini seperti dipancung dan diarak keliling kota? Apa tujuannya untuk mengubah orang-orang yang payah dalam atletis menjadi badut? Dunia macam itu harus dihancurkan.
–– Aku pun terus mengomel dalam hati saat memasuki gedung olahraga.
“Oh, para siswa laki-laki masih di sini ya.”
Minami-san bergumam sambil meloncat-loncat, saat kami berkumpul di gedung olahraga.
Pemeriksaan fisik dan tes kebugaran dipisah berdasarkan jenis kelamin dan angkatan masing-masing. Para siswa laki-laki dites duluan daripada siswi perempuan. Kemudian kelompok yang telah menyelesaikan kegiatan di luar, sekarang akan melakukan kegiatan di dalam ruangan.
Aku menemukan wajah yang cukup akrab di antara siswa laki-laki lainnya –– atau lebih tepatnya, wajah yang tiap harinya kulihat saat di rumah. Namun, aku akan berpura-pura tidak melihatnya.
“Mari bergegas dan selesaikan ini, Irido-san ~”
“Eh, iya ....”
Mari selesaikan sebelum siswa perempuan yang lain tiba.
... Aku, Yume Irido, merupakan siswa SMA yang sempurna, serta memiliki kecerdasan dan kemampuan fisik yang diketahui para siswa seangkatanku.
Aku tidak boleh menghancurkan citra yang telah kubuat dengan susah payah. Karena itulah, aku melakukan sedikit latihan rahasia agar mendapatkan nilai yang lumayan.
Tentu mustahil untuk mengatasi kemampuan atletik yang seperti telepon tua usang dengan Boot Camp(9) secara tiba-tiba. Namun, setidaknya aku dapat mengatasi beberapa tes yang ada. Aku tidak bisa menjadi yang nomor satu di tes kebugaran. Namun, harusnya aku bisa memdapatkan nilai pas-pasan, yang tidak terlalu memalukan bagi gadis normal.
Aku hanya perlu berharap agar ada orang yang payah dalam atletik sepertiku. Kurasa aku beruntung karena ada Minami-san yang menyebut dirinya payah dalam atletik ––
Atau begitulah pikirku.
“Hei, lihat!”
“Minami? Kau luar biasa!”
“Apa-apaan kelincahannya itu?”
”Dia seperti kelinci! Kelinci!”
“55 kali Side Step(10)?”
“Wow, bahkan lebih banyak dariku!”
“Sial! Padahal kupikir bisa lebih daripada itu ~”
Aku menghampiri Minami-san, yang menyelesaikan tes tanpa ngos-ngosan sedikit pun, dengan tenang.
Kau bercanda, kan?!
Katanya payah dalam atletik!? Bukankah dia hanya pembohong!? Kemampuan atletikmu luar biasa, tahu! Bagaimana bisa kau mengaku payah dalam atletik di depanku!?
“Mi-Minami-san? Bukankah kemampuan fisikmu buruk ...?”
Aku menahan badai yang berkecamuk di dalam hatiku saat bertanya, lalu Minami-san hanya menggelengkan kepalanya setenang ombak.
“Aku memang bilang enggan, tetapi tidak pernah bilang payah dalam atletik kok. Intinya, siswi lainnya akan menertawakanku kalau tidak bisa melakukan lebih baik dari mereka, ‘kan?”
Jadi, ini trik naratif, ya.
Menertawakan? Apa-apaan tuh?! Jangan gunakan logika isekai di sini dong!
Tidak diragukan lagi. Gadis bernama Akatsuki Minami itu pasti tipe gadis yang bilang, “Mari berjuang bersama,” untuk sementara, dan kemudian meninggalkanku! Sungguh tak termaafkan ... harusnya aku tidak memercayai seorang yang mudah bergaul dengan normalnya ...!
“Berikutnya giliranmu, Irido-san. Lakukan yang terbaik ~”
Apa maksud di balik senyum binatang imutnya itu? Apa dia belum melihat sepayah apa aku dalam olahraga? Uuu, menakutkan .... Riajuu(11) sangat menakutkan ....
Jantungku sangat deg-dengan layaknya hewan kecil, aku tiba di tengah tiga garis di pos untuk Side Step. Saat di sana, aku melihat Adik tiriku (bersama siswa laki-laki yang akhir-akhir ini dekat dengannya) di pos Sit-Up, yang ada di depan panggung.
“Ayo kita mulai, Irido! 1, 2 ~~~~~~~~~~~~~~~~~ !!”
“Aku menyerah.”
“Peraturannya bukan begitu!!”
... Pria itu bahkan tidak memiliki motivasi sama sekali.
Tentu dia ditertawakan oleh para siswa yang ada di sekitarnya, sedangkan guru olahraga yang mengawasi hanya melotot ke arah mereka. Namun, entah mengapa pria itu hanya pura-pura bodoh dan berbaring di lantai. Sementara itu, siswa yang membantunya Sit-Up tadi (Kalau tidak salah namanya Kawanami-kun, ‘kan?) melihatnya, menggenggam tangannya, dan mengangkatnya ke atas. Ini bukan Sit-Up, ternyata ini Sit-And-Pull-Up. Ini hanya unjuk kekuatan untuk Kawanami-kun.
... Aku tidak akan berakhir sepertinya.
Itulah sumpahku. Karena itulah, aku latihan dengan keras selama berminggu-minggu, meski otot-ototku belum terbiasa. Selain itu, aku juga membaca buku-buku tentang Ilmu Keolahragaan. Aku sudah mempelajari buku-buku itu sampai tengah malam, sampai-sampai merasa pusing, lelah, dan kurang tidur.
Baiklah!
Aku termotivasi setelah melihat adegan payah Adik tiriku. Aku menyelesaikan Side Step, Sit And Reach(12), serta Sit-Up. Kurasa nilaiku lumayan. Yah, kekuatan cengkeramanku buruk karena kurangnya otot ...
“Ohh ~! Kau luar biasa, Irido-san!”
“Yah, mungkin ...”
Dia menyemangatiku dengan serius, aku jadi merasa bersalah karena telah meragukannya. Rasanya tambah menyakitkan karena aku hanya bisa membalasnya dengan senyuman yang kaku.
... Aku sangat lelah ....
Aku menggunakan kekuatan yang cukup banyak. Mungkin itu karena aku gugup dan kurang tidur. Masih ada tes di luar ruangan. Apa aku bisa bertahan?
Aku akan berusaha sedikit lebih keras dan segera tidur saat tiba di rumah nanti ...
Aku menyeret kaki lesuku keluar dari gedung olahraga. Aku bisa merasakan kalau Adik tiriku, yang dipaksa Sit-Up tadi, sedang melirikku.
Tes di luar ruangan meliputi: Board Jump(13), Tolak peluru, dan lari 50 meter.
Ada juga penyiksaan lain yang disebut Shuttle Run(14), tetapi tidak akan dites hari ini. Aku merasa ingin muntah karena mendengar bunyi *Prit*(15) yang tak kenal ampun. Aku hanya ingin menyelesaikan ini secepatnya.
Aku berusaha agar tidak terjatuh saat melakukan tolak peluru dan melempar dengan seluruh kekuatan sentrifugalku, hasilnya aku mendapat nilai yang lumayan. Sementara itu, Minami-san berhasil membuat catatan yang akan membuat malu para siswa laki-laki. Bagaimana perasaannya terhadap orang-orang yang telah mendukungnya? Aku bahkan tidak bisa membayangkannya.
Pada akhirnya aku kelelahan karena kurang tidur dan juga karena terus bolak-balik di bawah sinar matahari. Aku hanya ingin tidur di atas kasur sebentar. Aku berhasil mengurangi kelelahanku dengan menggunakan air di dalam pendingin, kemudian berdiri di garis start “Acara Utama” hari ini, yaitu lari 50 meter.
“Kalau begitu aku duluan ya.”
Minami-san ada di barisan depanku. Dia terlihat sangat bersemangat saat berdiri di garis start. Dia menggunakan start jongkok, mendahului siswi tes lainnya, dan jadi yang pertama melewati garis finish.
“Tu-Tu-Tujuh koma tiga detik!!”
Gadis yang menghitung waktu berlari kami berteriak dan menyebabkan kegaduhan. Itu adalah catatan waktu terbaik saat ini. Mengapa Minami-san selalu bilang enggan mengikuti tes kebugaran? Perempuan memang tidak bisa dipercaya ....
Aku melihat ke arah Minami-san yang sedang dikerumuni para kakak kelas dari klub lari, kemudian aku pun mengambil posisi di depan garis start.
“Fuuu ....”
Ngomong-ngomong, semuanya akan berakhir setelah aku menyelesaikan ini. Aku hanya perlu berusaha sedikit lagi. Aku mengatur napas sambil mengingat semua yang kupraktikkan dan pelajari.
“Bersedia ~ Siap ––”
Aku melesat dari garis start dengan menendang tanah sekuat-kuatnya.
Postur tubuh, ayunan lengan, dan langkah kaki. Aku terus fokus pada tiga gerakan itu, sambil mencoba mensimulasikannya dalam pikiran.
Aku merasa melaju dangan kecepatan yang tidak akan terbayangkan oleh diriku setahun yang lalu. Aku hanya perlu melakukan sebisaku. Aku bisa melakukan simulasi yang kulakukan dalam pikiran dengan baik. Aku berbeda dengan pria yang tidak punya motivasi itu.
Aku tidak ‘sama’ dengam pria itu lagi.
Sekarang aku lebih baik daripada dirinya.
Para siswa tes lainnya menghilang dari pandanganku. Garis finish tinggal 10 meter lagi. Aku mencondongkan badan ke depan dan menghentakkan kaki lebih keras. Sedikit, sedikit, tinggal sedikit lagi ...!
Aku melewati garis finish dengan terengah-engah, lalu memperlambat langkah kakiku yang sangat kelelahan.
Aku tidak bisa berkata apa pun. Aku hanya melihat ke arah gadis yang menghitung waktu berlari kami, sambil berusaha menghirup oksigen.
“Delapan koma lima detik!”
Itu merupakan catatan lari tercepat dalam hidupku. Tidak, daripada senang karena mendapat rekor baru, yang terpenting sekarang ––
“... Akhirnya selesai ....”
Kemudian dunia terasa berputar.
... Hah?
Jangan bercanda.
Ini buruk.
Aku pusing.
Saat aku akan terjatuh ––
“–– Oops.”
Ada tangan yang menyangga dan membantu menyeimbangkan kembali tubuhku.
Tangan itu kurus dan tidak berotot sama sekali.
Namun, itu adalah tangan yang menyangga pundak dan tubuhku.
“(... Kerja bagus.)”
Aku mendengar suara yang sangat kukenal.
“(Namun, kau harus berhenti memaksakan diri.)”
Aku menengadah dan menemukan wajah suram yang sering kulihat. Namun, dia terlihat agak marah saat ini. Di tengah adegan itu, tiba-tiba wajahku dibenamkan ke bahunya. Aku tidak bisa berkata apa pun.
Dia menepuk punggungku, seolah-olah sedang menghibur anak kecil. Nampaknya dia ingin mengatakan “Kau telah bekerja dengan keras,” dan hal itu membuatku tidak bisa menengadah ke arahnya.
Rasanya hangat ... tubuhnya juga berbau keringat.
“Irido-san ~!!! Kau baik-baik saja kan~!?”
Wajahku dihempaskan dari bahunya, saat suara Minami-san terdengar.
“Ahh!?”
Tubuhku hendak jatuh lagi, tetapi kali ini ada Minami-san yang menyanggaku.
Sementara itu, pria yang menghempaskan wajahku tadi,
“Tolong urus dia, ya.”
Mengatakan itu dan pergi menuju gedung sekolah begitu saja.
Minami-san, aku, dan para siswi lainnya hanya bisa menatap dengan dingin ke arah punggungnya –– tepatnya punggung dari Mizuto Irido.
“... Bukankah Irido-ku telah menyelesaikan tes di luar ruangannya ...?”
Itulah yang digumamkan oleh Minami-san setelah Mizuto pergi.
Para siswa laki-laki memulai tes dari kegiatan di luar ruangan. Kami bisa berpapasan di gedung olahraga karena mereka sudah menyelesaikan kegitan di luar ruangannya ....
Kalau begitu alasan dia ada di sini ....
... Mustahil Mizuto Irido menjadi seorang pahlawan.
Dia tidak aka menolong orang yang tidak dikenalnya, meskipun nyawa orang tersebut yang menjadi taruhannya.
Hal itu tidak akan pernah berubah.
Mizuto Irido tidak akan pernah menjadi seorang pahlawan.
Setidaknya ... ke orang selain diriku.
Minami-san membawaku ke UKS tempat diadakannya pemeriksaan fisik tadi. Sekarang tempat ini telah kosong. Aku sudah bilang kalau hanya sedikit pusing, tetapi Minami-san berkata, “Itu artinya kau masih tidak enak badan, ‘kan?” dan aku pun tidak bisa membantahnya.
Kelelahanku yang menumpuk langsung hilang bagaikan asap, saat berbaring di atas kasur UKS.
... Mungkin kelelahan yang telah menumpuk ini lebih buruk daripada dugaanku.
Mungkin ini karena adanya perubahan besar yang terjadi secara tiba-tiba di hidupku ... mulai dari Ibuku yang menikah lagi, kami yang pindah ke rumah baru, bertambahnya anggota keluarga, sampai aku dan Mizuto yang satu sekolah ...
“Maaf ... aku tidak sadar kalau kau kelelahan ...”
“Ti-Tidak apa-apa ... aku hanya berlebihan menjaga citraku”
“Citramu?”
Entah mengapa aku bisa mengakui semuanya dengan mudah kepada Minami-san. Mungkinkah ini karena kejadian tadi?
Aku memberitahunya bahwa aku sebenarnya payah dalam olahraga dan telah memaksakan diri selama tes tadi.
Aku yakin dia bukanlah tipe gadis yang mengakhiri pertemanan hanya karena hal ini. Paling-paling hanya khayalannya terhadapku yang akan hancur ... tetapi itu hal yang wajar. Aku memang berbeda dari yang dulu, tetapi masih ada beberapa bagian yang sama.
Namun, tertalu berlebihan kalau menyamakanku dengan pria itu, yang tidak pernah berubah sama sekali.
“... Fufu.”
Kukira dia akan kecewa, tetapi aku malah melihat dirinya yang tersenyum gembira.
“Yah, sekarang aku merasa sedikit lebih mengenalmu ~.”
“Eh? ....”
“Kau itu terlihat susah didekati, Irido-san ~. Cantik, pintar, baik lagi. Kau itu seperti bunga yang tidak terjangkau, ‘kan? Namun, sekarang aku tahu ... aku tahu kalau kau payah dalam olahraga dan suka memaksakan diri ~.”
“... A-Aku sedikit sebal dengan ucapanmu itu. Jadi, bolehkah aku marah?”
“Tentu. Aku ingin melihat bagaimana kau marah.”
“Kalau begitu ... O-Oi!”
Aku menjulurkan tangan dan menyentil dahi Minami-san.
... Aku masih belum terbiasa marah di depannya.
“Pfft ... ahahahahah!! Mana ada orang marah sambil tergagap teriak “O-Oi” begitu! Kau sangat imut!”
“... Ja-Jangan tertawa ... aku jadi sangat malu tahu ....”
Aku menutupi wajahku dengan selimut. Aku sangat payah ....
“Hei, Irido-san!”
Aku bisa melihat bayangan Minami-san yang sedang menatapku dari balik selimut ini.
“Bolehkan aku memanggilmu “Yume-chan”?”
Di-Dia mau memanggilku dengan nama depan!?
Baru pertama kali ada teman yang ... Yah, mungkin ini pertama kalinya ada orang selain keluargaku yang memanggil begitu. Hmm, yah, rasanya sedikit aneh sih.
“Jadi, bagaimana, Yume-chan? Boleh? Atau tidak? Pasti boleh, ‘kan?”
Aku memikirkannya dengan bimbang di bawah selimut, lalu melepaskan selimut setelah selesai memikirkannya. Aku melihat Minami-san yang sedang cemas dan berusaha menjawab pertanyaannya.
“O-Oke. Atau lebih tepatnya ... er-erm, tolong panggil aku begitu.”
Tiba-tiba aku terpikir sesuatu. Haruskah aku juga memanggil nama depannya?
... Ya, Ya, Ya, Ya, Ya. Aku harus melakukannya. Aku harus melakukannya demi pertumbuhanku ...!
“A ... Aka ... Akatsu ....”
–– AAARGGGGGHHHH! Ke-Kenapa rasanya sangat memalukan!? Memanggil dengan nama depan ya ...? Padahal kami tidak seakrab itu! Me-Memalukan sekali diriku ini ... kami bahkan baru kenal selama seminggu ...! Terlalu cepat untuk memanggil dengan nama depan!
Aku terus menggumamkan “A-A-Aka,” seperti orang stroke, sedangkan Minami-san hanya tersenyum kepadaku.
“Oke, Oke, santai saja! Nanti juga terbiasa kok ~!”
Kemudian dia mengelus-elus rambutku layaknya seorang Ibu.
Apa aku diperlakukan seperti orang bodoh!?
“... Tolong terus berteman denganku, Minami-san.”
“Eh, kau tidak memanggil nama depanku? Kau bahkan bicara menggunakan bahasa formal kepadaku.”
Kami saling menatap untuk sesaat, lalu cekikikan dengan bahu yang naik turun.
Ahh ... Aku berhasil berteman.
Aku merasa lebih baik setelah berbaring sebentar. Setelah memutuskan untuk berganti pakaian dan pulang ke rumah, Minami-san dan aku meninggalkan UKS bersama-sama.
Kami menuju ke ruang ganti untuk berganti pakaian. Kemudian saat kami sampai di tangga, ada pria yang menuruni tangga dengan terburu-buru.
“Ah.”
“....”
Pria itu adalah Mizuto Irido. Dia hanya terdiam menatapku, dia bahkan tidak memperbaiki dasinya yang miring.
... Aku telah ditolong oleh pria ini.
Harusnya saat itu dia sudah tidak ada urusan lagi di lapangan. Kemungkinan dia menyadari kondisiku dan buru-buru pergi dari gedung olahraga ....
... Setidaknya aku harus berterima kasih kepadanya sebagai manusia yang beradab. Yap, ini wajar untuk orang normal ....
Aku mengucapkan kata-kata yang telah kupikirkan.
“... Erm, soal yang tadi ––”
“Matamu.”
Mizuto memotong kata-kataku dan menunjuk ke mataku.
“Kantung matamu kelihatan tuh.”
“... Eh? Serius!?”
Aku buru-buru menggunakan kamera ponsel pintarku untuk bercermin.
“Tapi boong.”
Mizuto berbalik badan dan mulai cekikikan sambil menatap lantai.
.... HAAAAHHH!?
Apaan sih!? Apa-apaan pria ini? Kukira dia sudah berubah! Tipuan konyol apaan tadi itu!?
Uuuughhhh .... Aku lupa kalau dia memang begini. Dia pria busuk yang sangat suka melihatku terkena masalah. Kalau dipikir-pikir, kurasa dia di lapangan tadi hanya untuk melihatku memaksakan diri. Yap, pasti itu alasannya! Dia sangat menjijikan! Untunglah kami sudah putus!
Aku menatap punggung Adik tiriku itu dengan penuh amarah. Sementara itu, Minami-san yang ada di sebelahku bergumam.
“... Kelihatannya Irido-kun sangat perhatian kepadamu, Yume-chan.”
“Eh? Kok bisa?”
“Sudah jelas ~, ‘kan?”
Minami-san mengatakan itu sambil berlari menyusuri koridor dengan suara langkah kaki yang nyaring.
Aku hanya bisa melihatnya pergi bersama kucir kudanya yang berayun-ayun.
CATATAN PENERJEMAH:
(1)Sebuah trik yang digunakan dalam novel misteri untuk menipu pembaca. Misalnya; jenis kelamin, dan usia karakter sengaja ditutup-tutupi. Atau bahkan urutan kejadian yang sengaja diacak. Dengan begitu, pembaca akan salah memahami kebenarannya, serta terkejut dengan pengungkapan misteri yang tidak terduga. (Sumber: https://www.novelupdates.com/series/there-is-a-narrative-trick-in-this-story/)
(2)Atau lebih tepatnya Reichenbach Fall (Air terjun Reichenbach). Sebagai pencinta cerita misteri, tentu saja yang dimaksud Yume adalah salah satu seri Sherlock Holmes yang berjudul “The Memoirs of Sherlock Holmes.” Dalam seri itu terdapat cerita yang berjudul “The Final Problem.” Cerita ini merupakan puncak pengejaran Professor Moriarty. Di cerita ini Holmes diincar oleh antek-antek Moriarty. Bahkan sejak awal cerita dijelaskan bahwa Holmes telah mengalami tiga kali percobaan pembunuhan. Singkat cerita, Holmes dan Dr. Watson mengikuti jejak Moriarty sampai ke Reichenbach Fall, Swiss. Namun, ditengah perjalanan, ada seorang bocah yang memberikan surat kepada Watson. Dalam surat itu tertulis bahwa, di hotel tempat Holmes dan dirinya menginap, ada seorang wanita inggris yang sedang sakit dan membutuhkan dokter (Tentu saja surat ini hanya tipuan). Mau tidak mau Watson pun harus berpisah dengan Holmes dan kembali ke hotel. Setelah menyadari bahwa surat itu hanya tipuan, Watson langsung kembali ke Reichenbach Fall. Namun, Holmes sudah tidak ada di tempat semula. Kemudian, Watson menemukan dua buah jejak kaki. Jejak kaki itu berakhir di tepi jurang air terjun. Di sana Watson hanya menemukan sepucuk surat yang berisi ‘Holmes sengaja membiarkan Watson kembali ke hotel meski tahu bahwa surat sebelumnya hanya tipuan, dan Holmes memutuskan bertarung dengan Moriarty sendirian.’ Watson mengambil kesimpulan bahwa Holmes dan Moriarty jatuh ke jurang air terjun bersama. Watson pulang ke Inggris dengan sedih, sisa antek-antek Moriarty dinyatakan bersalah berdasarkan bukti-bukti yang berhasil diamankan Holmes, dan cerita berakhir dengan sebuah narasi bahwa Sherlock Holmes adalah orang terhebat dan terbijak yang pernah dia kenal (Watson). Loh, gitu doang? Mana cerita pertarungan Holmes sama Moriarty? Ya enggak adalah. Rata-rata novel Sherlock Holmes itu ditulis dengan sudut pandang Dr. Watson. Dengan kata lain, kalau Dr. Watson tidak melihat langsung kejadian itu, maka ceritanya juga tidak akan tertulis di novel. Terus apa keajaiban yang di maksud Yume? Keajaiban yang dimaksud adalah fakta bahwa Holmes sebenarnya masih hidup. Karena desakan para penggemar, mau tidak mau Arthur Conan Doyle (Novelis Sherlock Holmes) menerbitkan seri “The Return of Sherlock Holmes.” Seri ini dibuka dengan sebuah cerita berjudul “The Adventure of the Empty House.” Cerita ini berlatar 3 tahun setelah kejadian di Reichenbach Fall, dan tentu saja ceritanya diawali dengan pertemuan kembali Dr. Watson dan Sherlock Holmes. Singkatnya, Holmes berhasil melempar Moriarty ke jurang dengan baritsu (Salah satu seni bela diri), Holmes berencana memalsukan kematiannya agar tidak lagi diincar oleh sisa antek-antek Moriarty, rencana Holmes gagal karena ada salah satu antek yang melihat bahwa dirinya masih hidup, Holmes diincar lagi, Holmes pergi keberbagai tempat di dunia untuk menghindari kejaran antek-antek itu, dan akhirnya bertemu kembali dengan Watson setelah tiga tahun.
(3)Kabedon merujuk kepada tindakan menampar keras sebuah tembok, yang menghasilkan bunyi keras. Istilah ini berasal dari kata kabe yang berarti "tembok", dan don yang merupakan onomatope Jepang untuk suara banting (mirip "buk/buak" dalam bahasa Indonesia). Maksud dari kabedon sendiri bisa diartikan sebagai pose memojokkan pasangan hingga ke tembok sambil bersandar dengan satu tangan sehingga si gadis tidak bisa kabur ke mana-mana. Ketika Kabedon dilakukan, si cowok akan menatap mata si gadis begitu dalam. Biasanya si cowok bakal menyatakan perasaan cintanya atau sekedar memuji, "Kamu begitu cantik".
(4)Tentu saja guru UKS-nya perempuan.
(5)Membungkuk dua kali, bertepuk tangan dua kali, dan membungkuk lagi sekali itu mirip cara orang jepang berdoa di kuil shinto.
(6)Ukuran dada Yume D Cup.
(7)Di versi bahasa inggris tertulis, “They say we turn red by approaching the red.” Intinya, dengan menggosok-gosok tubuhnya ke Yume, Minami berharap bisa tumbuh (dadanya) seperti dia. Yah, anggap saja seperti membuat magnet dengan cara menggosok.
(8)Papier-mâché
(10)Side Step Test
(11)Riajuu
(13)Board Jump Test
(14)Shuttle Run Test
(15)Onomatope peluit.
0 comments